Fakta
Sejak tahun 2003 Indonesia mulai mengalami defisit minyak, yaitu tingkat konsumsi terhadap BBM melampaui tingkat produksi.Tahun berikutnya 2004, defisit BBM ini tidak dapat ditutupi lagi dari cadangan nasional, sehingga untuk pertama kalinya pula Indonesia harus menutup kekurangan 176 kbpd dengan mengimpor minyak dari luar negri.Pada tahun 2010, tercatat produksi minyak Indonesia hanya 986 kbpd, dilain sisi tingkat konsumsi melonjak hingga menembus angka 1,304 kbpd atau defisit 318 kbpd.
Dalam grafik menunjukkan trend produksi dan konsumsi:

Sedangkan Harga(bensin premium):

Dengan data tersebut Pemerintah melalui lembaga-lembaga terkaitnya makin asyik meningkatkan produksi minyak dengan mendatangkan minyak impor.
Karena pemerintah memiliki pandangan bahwa harga BBM dalam negeri yang lebih murah daripada harga BBM di pasar internasional, karena memperoleh subsidi dari Negara. Oleh karena menaikkan harga BBM adalah upaya untuk mengurangi beban anggaran Negara, yang mana ini adalah pandangan yang keliru yang sudah diopinikan oleh pemerintah. Padahal hal ini cenderung menimbulkan distorsi terhadap bekerjanya mekanisme pasar.
Kalau kita simak dalam iklan pemerintah sebagai sosialisasi pengurangan subsidi BBM berbagai media massa, subsidi BBM diyakini oleh pemerintah sebagai :
- pemicu terjadinya penyelundupan BBM,
- pengoplosan BBM, dan
- merupakan penghambat bagi penggunaan bahan bakar alternatif.
“Kompensasi kenaikan BBM diberikan khususnya untuk masyarakat terdampak,” antara lain :
1. Kompensasi untuk perlindungan kepada masyarakat tidak mampu
2. Kompensasi transportasi
3. Kompensasi pangan
4. Kompensasi bantuan pendidikan :
Yang Terkena Dampak:
Sepintas lalu, berbagai alasan pemerintah tersebut memang tampak masuk akal.Padahal menyimak Tingkat konsumsi yang diyakini akan semakin meningkat dengan adanya pertumbuhan populasi kendaraan bermotor di Indonesia yang tumbuh rata-rata 17-20/tahun. Taksiran total populasi kendaraan bermotor di Indonesia pada 2011 ditaksir mencapai 107.226.572 unit. Jumlah itu terdiri atas 12,8% kendaraan roda empat (mobil) dan 81,2% kendaraan roda dua (motor).Jelas yang terkena dampak pertama adalah yang 81% pemilik kendaraan roda dua, yang nota bene bukan Kaum BLT (atau kaum tidak mampu).
Dengan adanya kenaiakan harga BBM ini juga akan menghambat mobilitas, dan kinerja para pekerja golongan menengah?
Dengan adanya kompensasi terhadap masyarakat tidak mampu ini seolah sangat memihak rakyat dan kaum miskin, dan terkesan heroik.Padahal dilain pihak Pemerintah telah mengeksploitir kaum miskin dan membuat kasta.Dan hal tersebut dibungkus dengan program yang manipulatif.
Selain itu, untuk bantuan pendidikan dan transportasi, seolah menjadi benar. Padahal di lapangan untuk kelas pelajar dan pengajar, akan sangat memberatkan. Dan ini akan berdampak pada kualitas hasil didik.
Alasan Menolak kenaikan Harga BBM
1. Liberalisasi EkonomiSebagaimana mana sudah sangat difahami, bahwa kebijakan di bidang Energi khususnya BBM, bukanlah kebijakan yang berdiri sendiri. Dengan beroperasinya perusahaan asing jelas ini berkaitan erat dengan pengejawantahan kebijakan liberalisasi ekonomi.
Terhadap kebijakan peniadaan subsidi BBM, ini pun berkaitan dengan kebijakan uang ketat yang merupakan bagian dari pelaksanaan agenda Konsensus Washington sebagaimana diperintahkan oleh IMF. DimanaKonsensus Washington ini membuat kebijakan peniadaan subsidi BBM, dengan tujuan untuk memperbesar peranan mekanisme pasar dalam penyelenggaraan perekonomian Indonesia.
Simak kebijakan unbundling PT Pertamina, dalam Undang Undang (UU) Minyak dan Gas No. 22/2001, yang salah satunya membuka keran bagi investor dengan memberikan insentif bagi para investor pertambangan untuk menanamkan modal mereka di Indonesia.
Dalam Pasal 2 UU terkait disebutkan, Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan Niaga secara akuntabel yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan usaha yang wajar, sehat, dan transparan.
“Kegiatan Usaha Hulu dan Kegiatan Usaha Hilir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 angka 1 dan angka 2 dapat dilaksanakan oleh: badan usaha milik negara; badan usaha milik daerah; koperasi; usaha kecil; badan usaha swasta (Pasal 9).”
PP No. 31/2003 tentang Pengalihan Bentuk Pertamina Menjadi Persero.Tujuan utama persero adalah mendapatkan keuntungan (Pasal 2) dan keputusan tertinggi ada pada RUPS. (Tahun 2011 anak Perusahaan Pertamina PT Pertamina Hulu Energy direncanakan akan melakukan Initial Public Offering [IPO] di bursa saham)
Perpres No. 5 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional Pasal 3c: “Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga keekonomian, dengan tetap mempertimbangkan bantuan bagi rumah tangga miskin dalam jangka waktu tertentu.”
Juga dengan terbitnya UU Pertambangan Minyak dan Gas No. 44 Prp/ 1960 dan UU Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara No. 8/1971, perusahaan-perusahaan multinasional tersebut hanya diperkenankan berperan sebagai kontraktor dalam proses eksplorasi minyak dan gas di Indonesia.
Ditambah dengan Blue Print Pengembangan Energi Nasional 2006-2025 Kementerian ESDM: Program utama (1) Rasionalisasi harga BBM (dengan alternatif) melakukan penyesuaian harga BBM dengan harga internasional
Road Map Pengurangan Subsidi BBM Kementerian ESDM: Konversi minyak ke gas dan pembatasan subsidi BBM
Secara jelas dari hulu sampai ke hilir, Asing melalui lembaga swasta sudah menguasai hulu sampai ke hilir pengelolaan BBM ini.

2. Beban Utang
Bila melihat perkembangan utang dalam struktur APBN, maka kita bisa mencatat beberapa hal sebagai berikut.
Sampai saat ini utang menjadi elemen utama untuk membiayai defisit APBN.Yang beralih adalah bentuknya, sejak tahun 2005 utang dalam negeri menjadi instrumen pengganti utang luar negeri.Pemerintah telah menarik utang dalam negeri sebesar Rp. 23 triliun.Keadaan ini masih berlangsung sampai tahun 2009. Tahun 2008 paling mencengangkan, dari defisit APBN sebesar Rp. 4 triliun, pemerintah mendulang utang dalam negeri sebesar Rp. 86 triliun. Dan dalam APBN 2009 (realisasi), utang dalam negeri sebesar Rp. 99 triliun untuk membiayai defisit Rp. 87 triliun. membengkaknya defisit dan sangat beratnya beban anggaran negara, pada dasarnya tidak dapat begitu saja dikaitkan dengan membengkaknya subsidi BBM. (http://www.theprakarsa.org/uploaded/New%20Folder/Utang%20dan%20keberlanjutan%20fiskal.pdf)

Pembengkakan defisit dan sangat beratnya beban APBN terutama dipicu oleh sangat besarnya pengeluaran negara untuk membayar angsuran pokok dan bunga utang dalam dan luar negeri setiap tahunnya.
Perlu ditambahkan, pembayaran angsuran pokok dan bunga utang dalam negeri pada dasarnya adalah subsidi terselubung yang dikeluarkan pemerintah untuk para pemilik deposito dengan volume terkecil Rp 5 miliar, yang hanya dimiliki oleh sekitar 14.000 orang, sebagaimana saya kemukakan tadi.
Artinya, masyarakat memang perlu menolak kenaikan harga BBM, sebab secara de facto, relatif terhadap PDB, selama beberapa tahun belakangan ini, subsidi BBM telah terus menerus mengalami penurunan. Sebab itu, subsidi BBM sama sekali tidak dapat dijadikan sebagai kambing hitam membengkaknya defisit APBN. Beban berat anggaran negara terutama disebabkan oleh sangat besarnya subsidi terselubung yang diberikan pemerintah terhadap sektor perbankan dan sangat besarnya beban angsuran pokok dan bunga utang dalam negeri setiap tahunnya.
3.Kebijakan Ekonomi
Manfaat subsidi BBM terhadap anggota masyarakat golongan mampu dan orang kaya sangat erat dengan kebijakan ekonomi yang dianut. Saat ini kebijakan ekonomi berkutat pada golongan menengah keatas, sehingga hamper seluruh subsidi diserap oleh golongan mapan ini.
Sebab itu, bila dikaji lebih mendalam baik itu subsidi BBM, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan, dan bahkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang sudah dibuat ,lebih banyak untuk kepentingan Industri, kepentingan yang akan dinikmati oleh golongan mampu dan orang kaya daripada oleh anggota masyarakat golongan bawah dan orang miskin.
4. Kebijakan Negara.
Melihat Potensienergy Indonesia dan sumberdaya lain yang begitu melimpah, sehingga banyak pihak asing yang tergiur untuk berinvestasi di Indonesia. Harusnya pemerintah menyadari bahwa potensi tersebut dapat dimanfaatkan unutk kepentingan negeri sendiri.

Dengan melimpahnya piotensi energy negeri ini, tidak diimbangi dengan pengelolaan Negara yang baik dan benar, yang ditujukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya.
Dengan kebijakan luar negeri dan dalam negeri yang terkontaminasi Utang, berdampak pada kemandirian kebijakan.Dimana seharusnya pemerintah meningkatkan dan mengefisienkan manajemen dan pengelolaan segala sumber pemasukan.Bukan dengan jalan privatisasi atau swastanisasi.Sehingga pendapatan dan potensi tersebut yang seharusnya terserap oleh Negara menjadi keuntungan swasta, baik itu swasta asing maupun domestic.
Hal lain adalah, kebocoran akut, akibat kebijakan politik demokrasi yang amburadul. Kasus gayus, kasus pemilihan ketua PD, kasus project Olahraga, mengindikasikan adanya permainan dan kebijakan Negara yang permisif terhadap kebocopran pengelolaan kekayaan Negara.
Sehingga pada akhirnya Rakyat yang dikorbankan akibat ketidakmampuan Pemerintah mengelola Negara.
5. Mis-management Pengelolaan Negara
Berbagai macam kasus yang terjadi di Negara ini, sebetulnya bukan hanya warisan.Namun arah pengelolaan yang makin tidak jelas memperburuk kondisi Negara.Hampir 8 Tahun kesempatan sudah diberikan kepada Pemerintah, baik PD maupun koalisi.Alih-alih menuju arah yang jelas, malah makin ketahuan belang dan karut marutnya pengelolaan Negara.
- Kasus korupsi; baik Gayus, Century, Wisma Atlet, dan lain-lain merupakan bukti Negara sudah tidak mampu menanganinya.
- Kasus Hukum; dari prita, sandal jepit, Mesuji, dan korupsi juga tidak kunjung berpihak kepada keadilan.
- Kasus criminal; dari mulai premanisme, perkosaan, pembunuhan sampai pengelolaan sengketa maupun kenyamanan dan keamanan bagi rakyat merupakan gambaran utuh karut marutnya negri ini.
- Kasus Pemilihan Kepala Daerah yang koruptif dan tingginya biaya, merupakan kasus yang special karena menguras harta Negara.
- Kasus kasus di bidang industry dan distribusi, dengan penglolaan yang acakadut, menambah biaya tinggi di masyarakat
- Kasus Kisruh politik dan social juga menjadi biaya tinggi karena ketikabecuan Negara dalam pengelolaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar